Simply Anonymous

12.1.04

Malam minggu (9/1). Nonton Filem dari VCD.

Judul filemnya adalah Analyze This dan Analyze That (sekuel). Yang main Robert De Niro, Billy Cryztal sama Lisa Kudrow, yang main di serial Friends. Original, soalnya kalo nggak original suka pusing-pusing (hehehe....).
Pertamanya sih aku pikir ini filem serius banget. Apalagi pembukaannya menggambarkan kisah gangster mafia italia (mobster) jaman dahulu. Lengkap dengan tembak-tembakan dan bunuh-bunuhan. Ternyata cerita yang dibawanya nggak melulu serius, apalagi bikin nangis. Malah banyak action yang bikin ketawa. Lucu. Tapi dikemas secara serius. Ato serius tapi dikemas secara komedi. Aku sih nyebutnya "komedi cerdas".
"These are MUST SEE MOVIES". Itu pendapat aku. Bener-bener filem yang WAJIB ditonton. Kenapa aku bilang wajib ditonton? Ini jelas bukan pesan sponsor apalagi ancaman. Tapi ada beberapa alasan yang mendasari aku bilang seperti itu. Berikut ini adalah beberapa hal yang aku rangkum untuk menunjukan kenapa predikat filem itu aku berikan.

1. Acting
Robert De Niro yang berperan sebagai Ben Sobol, seorang psikiater yang biasanya menangani pasien ibu-ibu rumah tangga yang depresi atau pasien dengan gangguan psikis sederhana, harus berhadapan dengan Paul Viity (Billy Cryztal) seorang bos mafia italia yang sedang mengalami tekanan mental karena ada orang yang ingin membunuhnya. Akting kedua aktor ini benar-benar prima. Alami dan begitu nyata. Oscar Level Actor menurut saya. Hampir tanpa cela. Mungkin malah akting Liza Kudrow yang paling "njomplang" menurut aku. Agak kaku dan terkesan dibuat-buat. Apalagi gaya bicara di serial Friends tetap dipakai dalam filem ini. Tapi untung saja bisa ditutupi dengan kepiawaian kedua aktor utama tadi.

2. Screen Play
Pengambilan gambar dalam filem ini aku bilang prima adalah karena dilakukan tanpa merusak alur cerita. Spesial efek yang nggak perlu ato dibuat-buat...seperti filem matrix misalnya, sengaja tidak ditampilkan di filem ini sehingga membuat ritme cerita filem ini tetap terjaga. Kelucuan yang dibangun pun nggak sampe bikin lepas jalur cerita. Sederhana tapi tetap menjaga irama.

3. Scenario
Skenario yang membatasi jalur filem ini juga bisa dikatakan brilian, dengan membuat situasi serius kedalam komedi yang cerdas. Sangat Manis. Konflik-konlik yang terjadi tidak dibiarkan begitu saja tanpa penyelesaian. Bagian-bagian cerita terjalin menjadi satu kesatuan yang saling berkaitan. Konflik yang timbul menjadi bumbu cerita sekalipun konflik yang terjadi bukan menjadi bahan utama filem. Misalnya tentang bagaimana Liza Kudrow sebagai istri de Niro yang keberatan dengan kedekatan suaminya dengan mafia. Konflik ini memang bukan penentu jalan cerita, tapi mampu disajikan dengan manis tanpa membiarkannya berkatung-katung.

4. Lesson
Filem ini nggak cuman menampilkan kehebatan akting dua aktor kawakan tersebut. Aku setidaknya ngambil 3 pelajaran yang tersirat dari filem ini.

Pertama, filem ini banyak mengetengahkan permasalahan yang berkaitan dengan masa lalu seseorang, utamanya yang berkaitan dengan hubungan antara orang tua dan anak. Seringkali kita sebagai anak nggak ngerti ato nggak mau ngerti (karena ego) tentang apa yang diharapkan orang tua kita. Bapak maupun Ibu. Anggapan anak adalah jadi apa kita itu urusan kita. no one can influence us what we will be. Tapi buntut-buntutnya, perasaan menyesal karena nggak mau nurut orang tua justeru hadir ketika kita ditinggalkan. Aku juga pernah ngalamin yang begitu pas ditinggal bapak. Kalo bisa ambil hikmah dari itu, sebenarnya malah bisa bikin improvement pada diri kita. Buktikan yang terbaik. Kalo Robert De Niro selalu merasa berada di bawah bayang-bayang bapaknya, ketika bapaknya meninggal dia baru sadar bahwa memang dia nggak bisa lepas dari pengaruh bapaknya. Bapaknya adalah idola bagi dia, walo dia menganggap punya bapak yang sukses akan bikin dia tenggelam. Sementara itu Paul de Vitty selalu merasa bersalah karena dia nggak bisa menyelamatkan orang tua dan keluarganya yang ditembak di depan matanya. Dia nggak menyadari kalo sebenarnya bapaknya punya maksud untuk mengeluarkan dia dari lingkungan mafia. Lepas dari lingkungan kriminal yang penuh kekerasan. Yang dia adalah dia harus membalas kematian bapaknya dengan menjadi mafia juga.
Ini bukan renungan untuk kita tergantung pada masa lalu. Tapi seperti istilah Bung Karno dengan "Jas Merah"-nya alias Jangan Sampai Melupakan Sejarah. Sejarah adalah salah satu pelajaran yang sangat berharga, karena di dalamnya tersirat masa depan kita (ThenMust, 2004).

Kedua. Rapinya kerja Mafia Italia (mobster). Perencanaan kerja yang sangat matang menghasilkan hasil yang sempurna. Melihat cara kerja mafia yang sangat rapi dan memikirkan segala kemungkinan dengan sangat seksama membawa aku pada kekaguman akan kehebatan seorang pemimpin. Apabila dianalogikan sebagai sebuah perusahaan besar, bos mafia ini digambarkan sebagai diektur ato manajer dengan kemampuan manajerial perfect. Seorang manajer yang brilian harus tanggap pada kemungkinan dan resiko yang akan dihadapi. Membuat rencan dibalik rencana adalah salah satu poin penting yang harus dimilik manajer yang baik. Jadi memandang sebuah permasalahan bukan dari satu aspek, tapi dari banyak aspek, banyak sisi, dengan banyak kemungkinan penyelesaian dan menentukan pilihan penyelesaian dengan manis. Tepat sasaran tanpa menimbulkan masalah lain (seperti jingle pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa masalah..haha), tapi justru dengan mencari peluang keuntungan dibalik masalah yang dihadapi tersebut. Rapi, terrencana, brilian dan tepat sasaran.

Ketiga. Ini agak melankolis. Satu lagi pelajaran kehidupan yang tersirat dalam filem ini adalah sikap seorang istri (Liza Kudrow) kepada suami (Robert De Niro). Jelas tergambarkan liza sebagai istri yang kurang tabah menghadapi masalah yang dihadapi suaminya. Justru dia seringkali menjadi penambah pikiran de Niro. Tuntutan untuk menjauhi de Vitty, menimbulkan kebingungan tersendiri pada de Niro. de Vitty adalah gembong mafia yang pasti tega melakukan apa saja demi keinginannya tercapai. Bagi de Niro atau Ben Sobol, menolak de Vitty sama saja bunuh diri. Tapi Ben sangat mencintai istrinya. Sutradar cukup jeli dengan memanfaatkan keberatan seorang istri yang melihat suaminya dekat dengan mafia. Kalau saja cerita dibuat istrinya tidak kontra dengan kedekatan de Niro pada mafia, ceritanya tentu akan biasa saja. Tidak akan ada konflik yang terjadi. Dan bumbu filem ini jadi kurang garam. Namun dalam kehidupan nyata, aku rasa pengertian antara individu pasangan menjadi syarat mutlak bertahannya sebuah hubungan. Justru dengan pengertian dan saling percaya, masalah yang dihadapi pasangan akan menjadi lebih ringan. Yang dihadapi de Niro adalah menakutkannya dunia mafia ditambah dengan paniknya sang istri yang nggak pengen dia deket mafia. Sangat menarik bagaimana dia mengatasi konflik-konflik yang seolah bertubi-tubi menyerbu dirinya. Bahkan sampai digambarkan dia sebagai psikiater yang butuh konsultasi psikologis. Lucu memang, tapi menarik.

Penutup

Itu semua pendapat aku tentang filem ini. Akting yang mantabh (saking mantapnya, pake "bh" hehehehe...), screen play yang bagus, serta skenario yang cerdas membuat filem ini aku kasih predikat MUST SEE MOVIES. Jarang sekali aku ngasih rekomendasi buat sebuah filem dengan predikat seperti itu. Dari sedikit itu, ada Truman Show-nya Jim Carrey. Kapan kapan aku bahas di lain tulisan.
Kalau bisa aku gambarkan Analyze This dan Analyze That ini adalah "Komedi cerdas tentang kehidupan yang disajikan secara manis oleh dua Oscar Level Actor dengan latar belakang kehidupan mafia di jaman modern kota New York".

0 Comments:

Post a Comment

<< Home